Tanjung Bayang Makassar

Menatap secerca harapan yang berada jauh disana,berpikir akan sebuah jalan tuk ddapat meraihnya disuatu hari nanti, amin!!!

Pucak Teaching Farm

matahari pagi yang begitu cerah menghangatkan hidup ini

Wall

Bersandar sejenak dari hidup yang cukup berat.

Semangat Art

Seni yang bgitu indah dapat memberikan kita sebuah semangat dalam menjalani hidup ini.

This is me

Berbuatlah segera,sebelum engkau tak mampu lagi berbuat. By : Ibnu Ilmar

Tuesday, October 18, 2011

KONSEP KELUARGA

1. Definisi Keluarga

Keluarga didefinisikan dalam berbagai pernyataan yang berbeda-beda, tergantung pada orientasi teoritis “pendefinisinya”. Para penulis yang berorientasi teoritis interaksional memandang keluarga sebagai suatu arena berlangsungnya interaksi individu-individu dan menekankan pada karakteristik dinamika interaksi tersebut. Para penulis yang mendukung perspektif sistem-sistem sosial menekankan pada struktur keluarga sebagai subsistem masyarakat, kelompok kecil yang anggotanya saling ketergantungan dan terikat oleh aturan-aturan yang sesuai dengan sistem sosial di mana keluarga tersebut berada.

Beberapa pengertian/definisi keluarga dikemukakan sebagai berikut:

1.1 Anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan (WHO, 1969).

1.2 Dua orang atau lebih individu yang tergabung karena ikatan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan (Bailon & Maglaya, 1978)

1.3 Keluarga harus memenuhi batasan sebagai berikut (Burgess dkk., 1963 dikutip dari Friedman, 1998, hal. 11):

a. Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan adopsi.

b. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga (bila mereka hidup terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka)

c. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga sebagai suami-isteri, ayah-ibu, anak dan saudara-saudari.

d. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri.

1.4 Kelompok yang mengidentifikasikan diri dengan anggotanya teridri dari dua individu atau lebih yang asosiasinya dicirikan oleh istilah-istilah khusus yang boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau hukum, tapi berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri sebagai sebuah keluarga (Whall, 1986 dikutip dari Friedman, 1998, hal. 12).

1.5 Dua orang individu atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan keintiman (Family Service America, 1984 dikutip dari Friedman, 1998, hal. 12).

1.6 Dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1988, hal. 12)

1.7 Kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama, memiliki keterikatan aturan dan emosional serta menjalankan peran tertentu sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998; dikutip dari Suprajitno, 2004, hal.1)

1.8 Ikatan/persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian dengan (anak sendiri atau anak adopsi) atau tanpa anak dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Sayekti, 1994; dikutip dari Suprajitno, 2004, hal.1).

1.9 Unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami isteri, atau suami istri dan anak-anaknya, atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (UU RI No.10 Tahun 1992; dikutip dari Suprayitno, 2004, hal.1).

Rounded Rectangle: Perlu ditegaskan bahwa apapun definisi yang digunakan, yang dimaksud dengan keluarga yang diakui secara hukum di Indonesia adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah (PP No. 21 Tahun 1994; dikutip dari Suprayitno, 2004, hal 2)

2. Tipe Keluarga

Secara klasik, keluarga dikelompokkan sebagai berikut:

2.1 Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak baik yang diperoleh dari keturunan maupun dari adopsi.

2.2 Keluarga besar (extended family) adalah keluarga yang terdiri dari keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi, dll.)

Bentuk-bentuk keluarga selain bentuk klasik di atas antara lain sebagai berikut:

2.3 Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangan dengan atau tanpa membawa anak masing-masing dari perkawinan sebelumnya.

2.4 Orang tua tunggal (single parent family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anaknya akibat perceraian, kematian atau ditinggalkan salah satu orang tua.

2.5 Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenager mother).

2.6 Orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the single adult living alone)

2.7 Keluarga dengan anak tanpa pernikahan (the non marital heterosexual cohabiting family)

2.8 Keluarga pasangan seksual sejenis (gay or lesbian family)

3. Tahap Perkembangan

Seperti seorang individu, keluargapun memiliki riwayat perkembangan mulai sejak awal terbentuknya sampai berakhirnya satu keluarga. Pada setiap tahap perkembangan, terdapat tugas-tugas yang harus dipenuhi oleh keluarga.

Tahap dan tugas perkembangan keluarga dapat dilihat pada tabel sebagai berikut (Duvall, 1985; dikutip dari Suprajitno, 2004, hal. 3-6):

Tabel 1

Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga

No.

Tahap Perkembangan

Tugas Perkembangan

1

2

3

1

Keluarga baru menikah

§ Membina hubungan intim yang memuaskan

§ Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial

§ Mendiskusikan rencana memiliki anak

2

Keluarga dengan anak baru lahir

§ Mempersipkan menjadi orang tua

§ Adaptasi perubahan dengan adanya anggota keluarga baru (interaksi anggota keluarga, hubungan seksual suami isteri, kegiatan keluarga)

§ Mempertahankan hubungan yang memuaskan pasangan suami isteri

3

Keluarga dengan anak usia pra-sekolah

§ Memenuhi kebutuhan anggota keluarga (tempat tinggal, privasi, rasa aman)

§ Membantu anak bersosialisasi

§ Beradaptasi dengan anak yang baru lahir sementara memenuhi kebutuhan anak sebelumnya (anak yang lebih tua)

§ Mempertahankan hubungan yang sehat baik di dalam maupun di luar keluarga (keluarga besar, lingkungan sosial)

§ Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak

§ Pembagian tanggung jawab anggota keluarga

§ Menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.

4

Keluarga dengan anak usia sekolah

§ Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah, dan lingkungan sosial yang lebih luas

§ Mempertahankan keintiman pasangan

§ Memenuhi kebutuhan yang meningkat (termasuk biaya ekonomi, pendidikan dan kesehatan)

5

Keluarga dengan anak remaja

§ Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab kepada anak remaja.

§ Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga

§ Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua

§ Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga

6

Keluarga mulai melepas anak dewasa

§ Memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjadi keluarga besar

§ Mempertahankan keintiman pasangan

§ Membantu kemadirian anak dalam membentuk keluarga baru dalam masyarakat

§ Penataan kembali peran orang tua dan kegiatan di rumah

7

Keluarga usia pertengahan

§ Mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan

§ Mempertahankan hubungan yang harmonis dengan keluarga anak (anak, menantu, cucu)

§ Mempertahankan hubungan dengan teman sebaya (kolega)

§ Meningkatkan keakraban pasangan

8

Keluarga lanjut usia

§ Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling menyenagkan pasangan

§ Adaptasi terhadap perubahan yang terjadi (kehilangan pasangan, kekuatan fisik dan finansial)

§ Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat

§ Melakukan live review masa lalu.



4. Struktur Keluarga

Parad dan Caplan (1965) yang diadopsi oleh Friedman menguraikan elemen struktur keluarga sebagai berikut:

4.1 Peran keluarga, menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga baik dalam keluarga sendiri maupun dalam hubungannya dengan lingkungan sosial keluarga dan masing-masing anggotanya.

4.2 Nilai atau norma keluarga, menggambarkan nilai atau norma yang dipelajari dan diyakini oleh keluarga.

4.3 Pola komunikasi keluarga, menggambarkan bagaimana cara dan intensitas komunikasi suami-isteri (ayah-ibu), orang tua-anak dan anak dengan anak serta hubungannya dengan keluarga besar dan lingkungan sosialnya.

4.4 Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan setiap anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.

5. Fungsi Keluarga

Secara umum, fungsi keluarga (Friedman, 1998, hal. 100) adalah sebagai berikut:

5.1 Fungsi afektif (affective function) adalah fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan psikologis dan mengembangkan kepribadian anggota keluarga.

5.2 Fungsi sosialisasi adalah fungsi keluarga dalam mempersiapkan anggota keluarga hidup dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

5.3 Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga dalam mempertahankan keberlangsungan generasi.

5.4 Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk mengadakan sumber-sumber ekonomi yang memadai bagi anggota keluarga dan pengalokasian sumber-sumber tersebut secara efektif.

5.5 Fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi keluarga dalam meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan anggota keluarga. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

Di Indonesia, fungsi keluarga dijelaskan dalam UU No. 10 Tahun 1992 juncto PP No. 21 Tahun 1994 sebagai berikut:

1) Fungsi keagamaan:

a. Membina norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidupseluruh anggota keluarga

b. Menerapkan ajaran/norma agama dalam tingkah laku hidup sehari-hari seluruh anggota keluarga

c. Memberikan contoh konkrit pengamalan ajaran agama dalam hidup sehari-hari

d. Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang tidak atau kurang diperolehnya di sekolah adn di masyarakat.

e. Membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga beragama sebagai fondasi menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

2) Fungsi budaya

a. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan

b. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai

c. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga di mana anggotanya mencari pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia.

d. Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat berperilaku yang baik (positif) sesuai dengan norma bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi.

e. Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan seimbang dengan budaya masyarakat/bangsa untuk menunjang terwujudnya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

3) Fungsi cinta kasih

a. Menumbuh-kebangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar anggota keluarga (suami-isteri-anak) ke dalam simbol-simbol nyata (ucapan, tingkah laku) secara optimal dan berkesinambungan.

b. Membinba tingkah laku saling menyayangi baik antar angoota keluarga maupun antar keluarga yang satu dengan lainnya, secara kuantitatif dan kualitatif.

c. Membina praktik kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan ukhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang.

d. Membina rasa, sikap dan praktik hidup keluarga yang mampu memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju Keluarga Kecil bahagia Sejahtera.

4) Fungsi perlindungan

a. Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga

b. Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang dari luar.

c. Membina dan menjadikan stabiliats dan keamanan keluarga sebagai modal menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

5) Fungsi reproduksi

a. Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.

b. Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental.

c. Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan waktu melahirkan, jarak kelahiran antara dua nakan dan jumlah ideal naka yang diinginkan keluarga.

d. Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang kondusif menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

6) Fungsi sosialisasi

a. Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak yang pertama dan utama.

b. Menyadari, merencanakan dan menciptkan kehidupan keluarga sebagai pusat tempat anak dapat mencari pemecaha dari berbagai konflik dan permasalahan yang dijumpainya baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat.

c. Membina proses pendidikan dan sosialisasi anaktentang hal-hal yang diperlukannya untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan mental) yang tidak atau kurang diberikan oleh lingkungan sekolah maupun masyarakat.

d. Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga sehingga tidak saja dapat bermanfaat positif bagi anak tetapi juga bagi orang tua dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

7) Fungsi ekonomi

a. Melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga

b. Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga.

c. Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan poerhatiannya terhadap anggoat keluarag berjalan secara serasi, selaras dan seimbang.

d. Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagi modal untuk mewujudkan Keluarga Kecil bahagia Sejahtera.

8) Fungsi pelestarian lingkungan

a. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan intern keluarga

b. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan ekstern kelaurga

c. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang anatara lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat sekitarnya.

d. Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarianlingkungan hidup sebgai pola hidup keluarga menuju Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

Berdasarkan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan psiko-sosial-spiritual dan aktualisasi keluarga dalam masyarakat, di Indonesia tingkat kesejahteraan keluarga dibedakan sebagai berikut:

Tabel 2

Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Keluarga Indonesia

No

Klasifikasi

Indikator

1

2

3

1

Keluarga Prasejatera

§ Belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal (pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan) atau belum dapat memenuhi ≥1 indikator KS-I.

2

Keluarga Sejatera Tahap I (KS-I)

1. Melaksanakan ibadah menurut agama/kepercayaan masing-masing

2. Makan ≥ 2 kali sehari

3. Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan

4. Lantai rumah terluas bukan dari tanah

5. Anak sakit atau PUS ingin ber-KB dibawa ke sarana/petugas kesehatan

3

Keluarga Sejatera Tahap II (KS-II)

Indikator KS-I ditambah:

6. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama/kepercayaan masing-masing

7. Makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu

8. Memperoleh pakaian baru dalam setahun terakhir

9. Luas lantai rumah ≥ 8 m2 per orang penghuni

10. Anggota keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir sehingga dapat melaksanakan fungsi masing-masing

11. Keluarga yang berusia ≥ 15 tahun mempunyai penghasilan tetap

12. Bisa baca tulis latin bagi seluruh anggota keluarga yang berusia 10-60 tahun.

13. Anak usia sekolah (7-15 tahun) bersekolah

14. Anak hidup ≥ 2, keluarga yang masih PUS saat ini memakai kontrasepsi.

4

Keluarga Sejatera Tahap III (KS-III)

Indikator KS-I + KS-2 ditambah:

15. Ada upaya keluarga meningkatkan pengetahuan agama

16. Keluarga mempunyai tabungan

17. Makan bersama paling kurang sekali sehari

18. Ikut serta dalam kegiatan bermasyarakat

19. Rekreasi bersama paling kurang sekali dalam 6 bulan

20. Memperoleh berita dari surat kabar, radio, televisi dan majalah

21. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi

5

Keluarga Sejatera Tahap III Plus (KS-III Plus)

Indikator KS-I + KS-II + KS-III ditambah:

22. Memberikan sumbangan secara teratur (waktu tertentu) dan sukarela dalam bentuk material kepada masyarakat

23. Aktif sebagai pengurus yayasan/panti.

Menurut data statistik, proporsi penduduk miskin di Indonesia fluktuatif tetapi tetap dalam persentase yang tinggi yaitu sekitar 60% pada tahun 1970 terus menurun sampai sekitar 11% pada tahun 1996. Sebagai dampak dari krisis ekonomi, pada tahun 1998 sampai sekarang meningkat lagi dalam kisaran 30-40%.

Batasan keluarga miskin adalah keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup material yang layak khususnya di bidang pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan (Rhina, 1999; dikutip dari Suprajitno, 2004, hal. 12). Berdasarkan Inpres No.3 Tahun 1996 yang berkaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan, maka yang dimaksud dengan keluarga miskin adalah keluarga prasejahtera (KPS) dan keluarga sejahtera tahap I (KS-I). Indikator keluarga miskin kemudian dipertegas oleh BKKBN pada tahun 2000 sebagai berikut: Rounded Rectangle: INDIKATOR KELUARGA MISKIN  1) Tidak bisa makan dua kali sehari atau lebih 2) Tidak bisa menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk paling kurang seminggu sekali 3) Tidak memiliki pakaian yang berbeda untuk setiap aktivitas 4) Tidak bisa memperoleh pakaian baru minimal satu stel setahun sekali 5) Bagian terluas lantai rumah dari tanah 6) Luas lantai rumah kurang dari delapan meter persegi untuk setiap penghuni rumah 7) Tidak ada anggota keluarga berusia 15 tahun yang mempunyai penghasilan tetap 8) Bila anak sakit/PUS ingin ber-KB tidak bisa ke fasilitas kesehatan 9) Anak usia sekolah (7-15 tahun) tidak bersekolah

6. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

Sesuai dengan fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan sebagai berikut:

6.1 Mengidentifikasi masalah kesehatan keluarga

6.2 Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

6.3 Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

6.4 Menciptakan lingkungan keluarga yang menunjang kesehatan

6.5 Memanfaatkan fasilitas pelayanan keshatan di sekitarnya bagi keluarga.

(Freeman, 1970 dikutip dari Bailon dan Maglaya, 1978 hal.11; Suprajitno, 2004, hal. 17-18)

7. Alasan Keluarga Sebagai Unit Pelayanan

Friedman (1998) mengemukakan 6 alasan pentingnya memandang keluarga sebagai unit pelayanan dibandingkan dengan pelayanan kesehatan individual, sebagai berikut:

1) Keluarga merupakan unit yang anggotanya saling berhubungan erat sehingga disfungsi apa saja (penyakit, cedera, kehilangan) yang menimpa satu atau lebih anggotanya akan mempengaruhi anggota keluarga lainnya dan bahkan mempengaruhi keluarga sebagai satu unit secara keseluruhan.

2) Kesehatan individu sangat bergantung pada peran serta keluarga dalam setiap aspek perawatan kesehatan mulai dari fase pencegahan sampai fase rehabilitasi.

3) Mengangkat derajat kesehatan keluarga secara menyeluruh secara tidak langsung berarti mengangkat derajat kesehatan setiap individu yang menjadi anggota keluarga.

4) Penemuan masalah kesehatan pada salah satu anggota keluarga dapat mengarahkan upaya penemuan faktor-faktor risiko timbulnya masalah yang sama pada anggota keluarga lainnya.

5) Pemahaman masalah-masalah kesehatan individu akan lebih jelas bila dipandang dalam konteks keluarga mereka.

6) Keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi individu-individu yang menjadi anggota keluarga.

Dalam keperawatan komunitas, keluarga juga dipandang sebagai unit pelayanan utama (Freeman, 1970; dikutip dari Bailon dan Maglaya, 1978, hal.4) dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1) Keluarga merupakan bagian integral dari masyarakat. Fakta tentang adanya hubungan erat antara keluarga dengan keluarga besar dan kerabat luas yang sangat menonjol merupakan dasar yang harus dipertimbangkan dalam memperluas jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara umum.

2) Keluarga sebagai kelompok dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya sendiri. Keluarga mempunyai peran utama dalam pemeliharaan kesehatan seluruh anggota keluarga, bukan individu sendiri yang mengusahakan tercapainya tingkat kesehatan yang diinginkan.

3) Masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan.

4) Keluarga berperan sebagai pengambil keputusan dalam hal perawatan kesehatan anggota keluarga.

5) Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk mewujudkan pelaksanaan berbagai usaha-usaha kesehatan masyarakat. Perawat dapat menjangkau masyarakat hanya melalui keluarga!

---------------------------------------------------------------------------------------------------

REFERENSI UTAMA

Bailon & Maglaya, 1978, Perawatan Kesehatan Keluarga, Terjemahan Depkes RI, Jakarta

Friedman, 1998, Keperawatan Keluarga-Teori dan Praktik, Edisi 3, EGC, Jakarta

Suprajitno, 2004, Asuhan Keperawatan Keluarga-Aplikasi dalam Praktik, EGC, Jakarta

---------------------------------------------------------------------------------------------------